Rabu, Mei 06, 2009

Dhika's War of the Worlds


Judul: War of the Worlds
Sutradara: Steven Spielberg
Skenario: Josh Friedman
Pemain: Tom Cruise, Dakota Fanning, Tim Robbins, Miranda Otto
Produksi: Paramount Pictures



Kilat beruntun menyambar di kawasan pinggiran Amerika. Tanah retak, tubuh-tubuh hangus, tak ada sejengkal tanah yang terasa aman. Lalu, entah bagaimana, makhluk raksasa pencabut nyawa itu--berbentuk seperti sebuah perkimpoian laba-laba dan cumi-cumi mesin makh-luk angkasa--begitu saja muncul dari pusaran bumi! Teror! Mereka menciptakan teror, kehancuran, dan pemusnahan dunia.

Syahdan, hari itu Ray Ferrier (Tom Cruise), buruh peti kemas di kota kecil New Jersey, tengah mendapat giliran mengurus dua anaknya, Robbie Ferrier (Justin Chatwin) dan Rachel Ferrier (Dakota Fanning), bergantian dengan mantan istri, Mary Ann Ferrier (Miranda Otto). Hari nahas buat Ray dan jutaan manusia lain menjadi bulan-bulanan makhluk raksasa yang mencaplok, mengisap darah mangsanya dengan kaki--mirip cumi-cumi--untuk kekuatan diri.

Ray semakin panik ketika mengetahui Rachel mengidap klaustrofobia, ia tak boleh stres. Robbie, sang abang, terlalu kritis terhadap keputusan-keputusan yang diambil ayahnya pada saat krisis. Maka, jadilah skenario ini menggabungkan pelajaran "Parenting 101" terhadap Ray (yang tampaknya terlalu muda untuk mempunyai putra berusia remaja) dan kekalutan mencari tanah yang aman dari serbuan makhluk asing yang tak kunjung jelas maksud kedatangannya ke bumi. Tentu saja semua kekalutan ini malah membuat Ray menjadi dekat dengan kedua anaknya, Robbie yang keras kepala dan Rachel yang manis dan penurut, acung jempol untuk akting Dakota Fanning.

Sutradara Steven Spielberg memulai kisah ilmiah klasik dari novel H.G. Wells yang dibuat tahun 1898. Ia memiliki naskah skenario radio asli dari sebuah lelang.

Awalnya, ia sudah mau mengangkatnya ke layar lebar pada tahun 1990-an. Namun film Independence Day karya Ronald Emmerich, yang pernah memproduksi film ilmiah seperti Godzilla, mendahului pada 1996. Pada tahun itu muncul juga Mars Attack, yang bertabur bintang top Hollywood seperti Jack Nicholson, Glenn Close, dan Annette Bening. Kedua film ini juga mengambil tema invasi makhluk luar angkasa. Spielberg harus menunggu.

Niat terpendam itu muncul lagi. Spielberg ingin membuat film fiksi ilmiah bersama Tom Cruise, yang pernah diajak dalam Minority Report (2002). Tema kali ini soal kehancuran dunia bukan oleh manusia, melainkan oleh makhluk di luar planet ini.

Gayung bersambut dari Tom Cruise penganut "agama" scientology. Film fantasi ilmiah sudah jadi keahlian Spielberg. Ia berpengalaman membuat film berbasis teknologi seperti ET the Extra Terrestrial pada 1982--makhluk ET digambarkan baik--Artificial Intelligence (2001), dan dua film yang meraih sukses besar, Jurassic Park (1993) dan The Lost World: Jurassic Park (1997). Film-film itu selalu terhitung sukses secara komersial, sehingga Spielberg tampak menjadi sineas spesialis film sci-fi. Bahkan film Jurassic Park bukan hanya menghidupkan minat dan tren di kalangan bocah terhadap kehidupan dinosaurus, tetapi memberi inspirasi teknis kepada sutradara George Lucas dalam eksekusi trilogi prekuel Anakin.

Namun, selain sukses dalam film sci-fi, Spielberg juga membuktikan dia mampu melahirkan film drama sejarah dalam Schindler's List, kisah nyata Oscar Schindler. Tujuh Piala Oscar, termasuk sutradara terbaik diborong. Juga lima Oscar--lagi-lagi dia sutradara terbaik--dalam Saving Private Ryan, yang dijuluki film sentimental tentang perang.

Menyajikan makhluk luar angkasa memang selalu jadi dilema, apakah para sineas ingin menyajikan makhluk fiktif itu secara visual (seperti yang terjadi dengan film ini atau Mars Attack) atau hanya menyajikan rasa tegang melalui efek kedatangan makhluk asing itu (seperti dalam serial The X-Files pada season awal). Cara The X-Files menjadi pilihan sineas tahun 1990-an, lebih karena rasa takut dan tegang lebih meningkat melalui sugesti daripada jika disajikan dengan jelas melalui visual. Apalagi jika makhluk luar angkasa itu lebih seperti mainan videogame anak-anak.

Spielberg tampaknya mengaku gaya seperti itu sudah "lewat". Dia berani menyajikan makhluk-makhluk itu. Dan celakanya, karena ini film "realis", kemunculan makhluk-makhluk asing itu tampak artifisial dan lebih menggelikan daripada menakutkan.

Akhir cerita malah lebih mengecewakan (dan sebaiknya tidak perlu diberitahukan, bukan karena ini sebuah suspense besar, melainkan karena terlalu lucu). Mungkin tak semua hasrat perlu diaktualisasi. Hasrat membuat Schindler's List memang perlu diwujudkan. Tetapi gairah membuat film tentang "perang melawan makhluk angkasa" (dan pahlawannya, wow, buruh yang kok ganteng betul), jika tidak istimewa betul, mungkin sebaiknya disimpan saja untuk dongeng anak sebelum tidur. Kecuali jika Pak Spielberg punya cara yang jauh lebih unik dalam penggarapannya.

(Dari Majalah TEMPO Edisi. 19/XXXIV/04 - 10 Juli 2005)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar